Larangan Mencela Dosa Maksiat Orang Lain
Terkadang ada saudara kita yang melakukan dosa atau maksiat,
kemudian menjadi bahan perbincangan atau ghibah. Padahal bisa jadi pelaku dosa
tersebut sudah bertaubat dari dosa tersebut
Terkadang ada saudara kita yang melakukan dosa atau maksiat,
kemudian menjadi bahan perbincangan atau ghibah. Padahal bisa jadi pelaku dosa
tersebut sudah bertaubat dari dosa tersebut. Mengenai hal ini, mari kita
perhatikan nasihat dari beberapa ulama, yaitu orang yang menjelek-jelekkan
saudaranya yang sudah bertaubat dari dosa, bisa jadi dia akan melakukan dosa
tersebut. [1]
Misalnya ada teman kita yang ketahuan selingkuh atau
berzina, maka kita pun heboh membicarakannya bahkan mencela serta terlalu
banyak berkomentar dengan menerka-nerka saja. Hal ini sebaiknya dihindari,
sikap muslim adalah diam, menasehati dengan cara empat mata, dan berharap
kebaikan pada saudaranya terlebih ia sudah menyesal dan mengaku salah.
Syaikh Al-Mubarakfuri menjelaskan, bisa jadi ia terjerumus
dalam dosa yang sama karena ada faktor kagum terhadap dirinya sendiri, sombong
dan mensucikan diri. Seolah dia berkata kamu kok bisa terjerumus dalam
maksiat/dosa itu, lihatlah aku, sulit terjerumus dalam dosa itu. Tentu ini
bentuk kesombongan yang nyata dan sangat merendahkan orang lain. Beliau
berkata,
“Dibalas
dengan memberikannya jalan hingga ia akan melakukan maksiat yang ia cela yang
dilakukan oleh saudaranya. Hal tersebut karena ia sombong/kagum dengan dirinya
sendiri karena ia merasa selamat dari dosa tersebut.” [2]
Demikian juga Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa
menjelek-jelekkan saudaranya yang telah melakukan dosa, maka bisa jadi ia akan
melakukan dosa tersebut.
“Setiap
maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu.
Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” [3]
Beliau melanjutkan penjelasan bahwa dosa mencela saudaranya
yang telah melakukan dosa itu lebih besar dari dosa itu yang dilakukan oleh
saudaranya. Beliau berkata,
“Engkau
mencela saudaramu yang melakukan dosa, ini lebih besar dosanya daripada dosa
yang dilakukan saudaramu dan maksiat
yabg lebih besar, karena menghilangkan ketaatan dan merasa dirinya suci.” [4]
Para ulama sudah mengingatkan mengenai hal ini, terlebih
mereka adalah orang yang sangat berhati-hati dan takut kepada Allah. Seorang
ulama Ibrahim An-Nakha’i berkata,
“Aku
melihat sesuatu yang aku tidak suka, tidak ada yang menahanku untuk berkomentar
dan membicarakannya kecuali karena aku khawatir aku yang akan ditimpakan
masalahnya dikemudian hari.” [5]
Hasan Al Basri berkata,
“Para
sahabat dan tabi’in memiliki konsep, barang siapa yang mencela saudaranya,
karena dosa-dosanya, sedangkan saudaranya itu sudah bertaubat kepada Allāh,
maka si pencela tidak akan meninggal dunia kecuali dia akan mengalami dosa
saudaranya tersebut.” [6]
Semoga kita bisa menjaga lisan kita karena lisan sangat
berbahaya jika tidak terkontrol.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya
ada seseorang yang berbicara dengan satu kalimat, ia tidak menganggapnya
berbahaya; dengan sebab satu kalimat itu ia terjungkal selama tujuh puluh tahun
di dalam neraka.” [7]
Jika kita bisa menjaga lisan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam akan menjamin surga kepada kita. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Barang
siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang
ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya.” [8]
Sumber: muslim
Post a Comment